Senin, 21 September 2015

Bitra Indonesia Sosialisasikan SID di Tanjung Harap


Seiring perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat, masyarakat desa diharapkan mampu merespons dan memanfaatkan peluang tersebut guna mendukung pelaksanaan pembangunan di desanya masing-masing. Sesuai amanat UU Desa Tahun 2014, peluang tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pengelolaan Sistem Informasi Desa (SID). Terutama untuk aparatur desa, SID sangat bermanfaat untuk peningkatan kinerja mereka dalam memberikan pelayanan prima, cepat dan tepat ke masyarakat.
Hal ini terungkap saat Bitra Indonesia melakukan sosialisasi SID pada Kamis (17/9), di Aula Kantor Desa Tanjung Harap, Kecamatan Serba Jadi, Kabupaten Serdang Bedagai. Kegiatan yang diadakan bekerjasama dengan Forum SID Sumut dan pemerintah Desa Tanjung Harap ini juga dihadiri unsur Muspika Kecamatan Serba Jadi, Korda Sapa Kawasan Sumut, dan Ikatan Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPPMI) Sumut.
Camat Serba Jadi Nasaruddin Nasution mengatakan, dalam menerapkan SID tentunya akan banyak ditemukan kendala dan tantangan, tergantung budaya masyarakat dan bagaimana memanfaatkan teknologi yang ada. “Untuk itu, kami berharap kepada Bitra Indonesia agar terus melakukan pemberdayaan dan pendampingan kepada warga desa. Hal ini untuk meningkatkan SDM warga desa dalam mengikuti perkembangan teknologi dan informasi. Sebelumnya, kami juga sangat mengapresiasi Bitra Indonesia yang telah menjadikan Desa Tanjung Harap sebagai pilot project dalam rangka penerapan SID. Ke depan, diharapkan SID ini akan menciptakan kemandirian desa,” katanya.
Kepala Desa (Kades) Tanjung Harap, Ahmad Zain Nasution juga mengaku bangga atas partisipasi warganya dalam kegiatan sosialisasi SID. Karena dari 5 desa di Kabupaten Serdang Bedagai yang telah mengikuti pelatihan SID di Yogyakarta pada Juni lalu, Desa Tanjung Harap merupakan desa yang pertama kali di Sumatra Utara mengonlinekan website desanya dengan SID. Jadi website desa sudah dapat diakses secara luas oleh orang banyak. Untuk itu, dia berharap operator SID dan jurnalis warga Desa Tanjung Harap tetap semangat dalam menjalankan tugasnya.
Zaini menambahkan, SID ini sangat berguna untuk data-data yang ada di desa. “Mudah-mudahan program SID ini juga dapat diterapkan di seluruh desa lain, tak cuma di Serba Jadi, tapi juga di desa-desa di wilayah kabupaten lainnya,” harapnya kepada peserta sosialisasi SID, yang juga berasal dari Deli Serdang dan Kotamadya Tebing Tinggi.
Mengenai SID, Anta dari Bitra Indonesia menjelaskan, Bitra Indonesia sebelumnya telah mengajak para calon operator SID dari 6 desa dan 1 kelurahan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai, Batubara dan Kotamadya Tebing Tinggi, untuk mengikuti pelatihan SID di Yogyakarta. Di Yogya para peserta diajak langsung meninjau penerapan SID di Desa Balerante (Kab. Klaten) dan Desa Dlingo (Kab. Bantul). “Penerapan SID di kedua desa tersebut sudah sangat jauh lebih maju. Semuanya sudah berbasis IT (Informasi dan teknologi). Kadesnya juga ikut terlibat dalam SID. Hal inilah yang menginspirasi kita agar SID juga bisa diterapkan di Serdang Bedagai dan desa-desa lainnya,” ujarnya.
Lebih lanjut Anta menyampaikan, di Desa Tanjung Harap ini, Bitra Indonesia tidak hanya melakukan pendampingan pemberdayaan masyarakat, tapi juga berupaya untuk pengembangan kapasitas aparatur desa. “Jadi, di desa ini, Bitra tidak hanya melakukan penguatan kelompok masyarakat, tapi juga penguatan aparatur desanya. Ke depan, training pengembangan aparatur desa bisa juga dilakukan bekerjasama dengan pihak kabupaten, seperti Bappeda dan BPMPD. Terutama dalam hal penguatan pengelolaan SID,” paparnya.

Potensi dan Kritik untuk Pengembangan SID
Menurut Anta, selain untuk mempermudah pelayanan desa dalam hal administrasi desa, misalnya surat menyurat, SID bisa juga dikelola untuk mendata masyarakat miskinnya. “Seperti kriteria warga miskin, kita tentukan secara partisipatif, gunakan melalui SID. Kriterianya kita tentukan bersama, kita rumuskan bersama dan data harus transparan. Paling tidak, ada 10 kriteria warga miskin dalam analisis SID,” imbuhnya.
Tak cuma itu, hal-hal yang menyangkut pengembangan SID juga disampaikan oleh para peserta sosialisasi SID. Misalnya yang disampaikan Kominta Sari Purba dari Korda Sapa Kawasan Sumut. “Soal angka kematian ibu, angka kematian bayi, kemiskinan daerah yang saat ini masih sulit dicari angkanya di kecamatan, semoga dapat dicarikan data dan solusinya melalui SID,” pesannya.
Menurut Mulyadi Siagian dari IPPMI Sumut, masih banyak pemerintah desa yang belum terbuka, misalnya soal anggaran. “Untuk itu, dalam rangka transparansi informasi, soal APBDes juga penting dimasukkan dalam SID, sebab ini akan memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa pemerintah lebih terbuka,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan sekretaris BPD Desa Tanjung Harap, Irianto Sipayung. Dia menghimbau, alangkah baiknya rencana anggaran dimasukkan ke SID, setidaknya BPD dan pemerintah desa bisa langsung menjawab berbagai pertanyaan masyarakat, baik persoalan anggaran maupun persoalan lainnya. “Hal ini bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan desa yang transparan dan akuntabel,” imbuhnya. 
Di samping itu, Akbar dari Forum SID Sumut mengingatkan soal pentingnya klarifikasi dan verifikasi data. Menurutnya, dalam menginput data di SID, operator perlu klarifikasi ke kepala dusun (kadus) atau juga ke masyarakat. “Oleh sebab itu, sulit kalau tidak ada kerjasama dengan perangkat desa dan masyarakatnya. Artinya, apa guna online kalau datanya tidak akurat. Kalau tidak akurat sama saja dengan membohongi masyarakat. Untuk Desa Pekan Tanjung Beringin sendiri, mudah-mudahan di awal tahun 2016 SID-nya sudah rampung dan bisa dipublikasikan,” ujarnya.

Bitra Hibahkan Seperangkat Komputer Pendukung SID Tanjung Harap
Untuk mendukung pengelolaan SID di Desa Tanjung Harap, Anta juga menyerahkan bantuan hibah dari Bitra Indonesia berupa separangkat komputer. Bantuan diberikan langsung kepada pemerintah Desa Tanjung Harap disaksikan warga dan unsur Muspika Kecamatan Serba Jadi. “Seperti janji Bitra, apabila sudah ada 80 % data di komputer yang diinput dalam SID, Bitra Indonesia menghibahkan seperangkat komputer yang peruntukannya untuk SID yang ada di desa tersebut, seperti Desa Tanjung Harap ini,” katanya.
Selanjutnya Anta juga berharap, sebagai salah satu desa yang menjadi pilot project SID, kalau ada desa di wilayah Kecamatan Serba Jadi yang mau belajar tentang SID sudah bisa ditanyakan kepada Yuli dan Fachri (operator SID dan jurnalis warga Desa Tanjung Harap). Anta juga mengingatkan, dalam pengelolaan SID, meskipun sudah ada admin dan operator, kalau tak ada berita tak menarik juga. “Untuk itu, kita butuh berita yang ditulis oleh warga desanya sendiri, yaitu jurnalis warga. Supaya bisa dilihat oleh orang banyak. Jadi, ini bukan tanggung jawab mereka berdua saja, tapi juga tanggung jawab seluruh warganya. Soal kesejahteraan mereka (para pengelola SID), dengan adanya UU desa, mudah-mudahan ini bisa dianggarkan,” jelasnya.
Menurut Yuli, saat ini sudah ada sekitar 20 berita di web desa tanjungharap.pe.hu. Ke depan, website desa juga berupaya menggali potensi ekonomi kreatif yang ada di Desa Tanjung Harap, misalnya seperti Roti Ranvela dan Es Krim GL yang dipromosikan dalam sosialisasi SID kali ini. “Kami sangat berharap kepada warga yang memiliki kemampuan menulis berita, artikel, bisa dikirim melalui email desa: admin@tanjungharap.pe.hu atau kontak ke nomor: 085261177177,” jelasnya. (jc)

Senin, 02 Maret 2015

Pengetahuan Konservasi DAS sebagai Modal

Kondisi lingkungan yang rusak di sempadan Sungai Wampu di sekitar kelurahan Bingai perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Terjadinya abrasi sungai, adanya penambangan pasir (galian C), kurangnya kesadaran konservasi dan alih fungsi lahan dari tanaman pangan ke kelapa sawit merupakan beberapa faktor penyebabnya. Akibatnya, salah satu dampak yang kerap dialami masyarakat kelurahan Bingai adalah banjir. Banjir yang dulunya hanya terjadi dalam jangka 10 tahun sekali, kini bisa terjadi 2 kali setahun. Begitu juga dengan berkurangnya jenis dan jumlah ikan yang masih hidup di sungai.
Kondisi yang mengkhawatirkan ini diungkapkan warga kelurahan Bingai saat melakukan pemetaan potensi dan masalah kelurahan pada Rabu (25/2), di Dusun III Ujung Baka, Kelurahan Bingai, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kegiatan yang menggunakan metode participatory rural appraisal (PRA) yang diadakan BITRA Indonesia ini turut dihadiri oleh Lurah Bingai dan aparat Babinsa.
Selanjutnya, dari paparan para peserta diketahui bahwa selain permasalahan sempadan sungai, kebun tanaman campuran yang tersedia lebih kurang 40 Ha pada kelurahan ini juga belum terkelola secara maksimal. Masyarakat masih menganggap kebun tanaman campuran mereka bukan sumber penghasilan, karena penataan tegakan tanaman, serta pengetahuan budidaya dan pemahaman bahwa konservasi yang juga bernilai ekonomi belum diterapkan.
Menurut Suwandi dari Babinsa, pengetahuan masyarakat tentang tanaman organik rendah. “Jadi, perlu ditingkatkan untuk tanaman pekarangan hortikultura yang juga dapat sebagai penambah penghasilan dan gizi keluarga,” ujarnya.
Mengenai budidaya ikan darat, tambah Suwandi, sebelumnya masyarakat pernah melakukannya dengan budidaya ikan darat dengan kolam. Namun, karena kekurangan modal, kolam yang jika disatukan ada sekitar 5 Ha itu kini terlantar. Begitu juga ibu rumah tangga yang mencari tambahan ekonomi keluarga dengan menyerut lidi sawit. Para penyerut yang terdiri hampir 40% perempuan dewasa dan anak-anak yang ada di kelurahan ini mengaku kesulitan modal dalam menyediakan alat serut yang efektif. Saat ini, lidi sawit bersih yang telah siap diserut dijual kepada pengumpul dengan harga Rp 1.000,- per kilogram.
Dalam paparannya, Iswan Kaputra dari BITRA Indonesia mengingatkan, dengan dilakukannya pemetaan potensi dan masalah, setidaknya masyarakat kelurahan Bingai ini dapat lebih memahami apa yang menjadi persoalan di dusun mereka masing-masing. Sehingga ke depannya, mereka dapat menyelesaikan persoalan tersebut secara lebih baik dan berkelanjutan. “Untuk itu, perlu dipahami, hadirnya BITRA di sini untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat sebagai “modal” dalam menyelesaikan persoalan. Tapi bukan modal dalam bentuk materi (uang), melainkan modal dalam bentuk pengetahuan atau keterampilan. Misalnya pengetahuan dan keterampilan yang menyangkut konservasi daerah aliran sungai (DAS) untuk menjawab permasalahan masyarakat yang berada di sekitar DAS Wampu,” jelasnya. (jc)

Selasa, 12 November 2013

Perlu Keseriusan dalam Mengelola Peternakan Sapi


Ternyata mengembangkan usaha ternak sapi itu tidaklah terlalu sulit kalau dilakukan dengan serius, tidak sambil lalu. Yang terpenting adalah bagaimana mengatur pakannya. Sebab kunci berternak adalah bagaimana mengelola pola makan ternak secara efektif, agar pertumbuhan sapi bisa berkembang baik, sapi jadi gemuk dan lebih terawat. Di samping itu, peternak juga harus memahami berbagai penyakit sapi serta cara penanggulangannya.

Demikian yang terungkap saat peserta pelatihan ternak sapi dari Bitra Indonesia melakukan dialog dengan pihak Koperasi Karyawan Rispa Medan (KKRM) di kantor Kebun Percobaan Bukit Sentang, Kamis (3/10) lalu, di Desa Securai Utara, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat. Para peserta yang terdiri atas kelompok tani dampingan Bitra dari tiga kabupaten, yaitu Sergai, Deli Serdang dan Langkat, ini disambut baik dan berdialog langsung dengan Ilyas, mandor peternakan sapi di kantor tersebut. Adapun peternakan sapi, jelas Ilyas, ini merupakan anak perusahaan dari KKRM, yang mencoba peluang usaha di bidang peternakan dan didukung oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

Jumarni, staf community development Bitra Indonesia, saat mendampingi peserta pelatihan menjelaskan, peserta pelatihan yang berjumlah sekitar 20-an orang petani ini hendak belajar langsung bagaimana pihak KKRM mengembangkan usaha peternakan sapi. Mulai dari cara mengolah pakan ternak sapinya sampai penanggulangan penyakitnya. “Karena petani yang kita libatkan dari tiga kabupaten ini rata-rata sudah mempunyai ternak, tetapi belum begitu paham bagaimana mengelola ternaknya secara baik dan efektif,” jelasnya.

Menurut Ilyas, dalam merawat sapi ternak ini, kita harus jeli dan memahami perkembangan sapi-sapi tersebut. Dimulai dari ukuran kandang, kesehatan sapi, penyakitnya, sampai kapan sapi berahi pun bisa diprediksi untuk melakukan breeding (pembibitan sapi). Namun, yang terpenting juga adalah bagaimana mengatur pola makan sapi-sapi tersebut, termasuk memberi jenis pakannya. “Mengenai pakan sapi tersebut, di sini kami mengolah pelepah daun kelapa sawit, yang rata-rata bisa habis 500 pelepah per hari untuk memberi makan sapi-sapi yang mencapai 157 ekor itu,” katanya. Apalagi dalam upaya pembibitan, tambahnya lagi, sapi-sapi yang dipelihara harus diperhatikan pakannya dan perawatannya, terutama dari segi kesehatan sapi.

Dalam kesempatan pelatihan tersebut, Ilyas mengajak rombongan Bitra berkeliling di areal peternakan sapi. Di mulai dari Gudang Pengolahan Pakan Sapi, peserta ikut menyaksikan dan terlibat bagaimana mengolah pelepah kelapa sawit menjadi pakan sapi. Pelepah sawit yang dijadikan pakan ternak itu sebelumnya digiling dulu ke dalam mesin penggiling, yang disebut cuper alias mesin cacah super. Pelepah sawit yang panjangnya sekitar 3-4 meter ini lantas berubah jadi serpihan-serpihan kecil, hampir seperti bubuk, keluar dari lubang pipih di bagian lainnya dari mesin tersebut. “Tapi sebelumnya, duri-duri di pelepah juga harus dibuang dulu. Karena ditakutkan kalau ketika digiling duri itu tidak hancur lalu termakan oleh sapi, itu bisa mengganggu pencernaannya,” jelas Ilyas.

Kemudian, serpihan pelepah sawit yang telah dicampur dedak padi, bungkil sawit, tetes tebu, garam, dan mineral ini diaduk di dalam mesin pencampur/mikser. Lalu dimasukkan ke dalam karung-karung untuk difermentasi. Menurut Ilyas, pakan ini bisa tahan sampai 10 hari, dan aroma yang keluar dari pakan ini nantinya bisa menimbulkan nafsu makan sapi. “Untuk kebutuhan pakan, yang dibutuhkan tergantung dari berat badan sapi, biasanya 3 % dari berat badan sapi per ekornya,” jelas Ilyas.

Setelah mengikuti proses pengolahan pakan, peserta diajak melihat dan merawat sapi-sapi di kandang serta mengolah kotoran sapi jadi pupuk organik. Pupuk organik ini, dijelaskan Ilyas, sudah diuji coba 17 kali, dan hasilnya sangat bagus buat tanaman. Tak cuma itu, peserta juga diajak meninjau wadah pengolahan kotoran sapi menjadi biogas, yang dapat disalurkan untuk kebutuhan gas rumah tangga. Saat ini biogas yang diolah KKRM sudah bisa menyuplai untuk kebutuhan gas rumah tangga di 30 rumah di sekitar Kebun Percobaan Bukit Sentang.

Bantuan sapi bergulir
Suratno, Ketua Serbila, merasa senang dengan pengetahuan yang telah diberikan Ilyas dari pihak KKRM tersebut. Ia berharap ini bisa juga diterapkan di kalangan masyarakat petani Langkat, terutama anggota Serbila. “Apalagi kalau bantuan ternak sapi ini betul-betul dapat direalisasikan di masyarakat Langkat,” ujarnya berharap.

Demikian pula dengan Suheri, peternak dari Desa Serba Jadi, Deli Serdang. Seusai pelatihan ini, ia berniat akan mencoba menerapkan berbagai pengetahuan yang didapatnya dari pihak pengelola Peternakan Sapi KKRM tersebut. Mengenai pengolahan kotoran ternak menjadi biogas, menurut Suheri, mudah-mudahan di kampungnya hal itu bisa secepatnya terealisasi.

Menyambut baik harapan para peserta pelatihan tersebut, Jumarni mengatakan, dalam waktu dekat mudah-mudahan akan ada bantuan ternak sapi. Tapi bantuan ini tidak berbentuk hibah, melainkan bantuan bergulir. Artinya, ternak sapi ini bisa bermanfaat banyak dan menyeluruh ke petani-petani lainnya. Ambil contoh, ketika sapi itu melahirkan, anak sapi tersebut akan diberikan kepada petani lain, yang belum mendapat sapi. “Jadi, manfaat langsung dari ternak sapi itu bisa dimanfaatkan petani lainnya,” jelasnya. (jc) 



Senin, 08 Juli 2013

Melalui SLPSA, Petani Harus Bisa Mandiri

Dalam rangka mengampanyekan dan mengembangkan pertanian organik, Bitra Indonesia kembali mengadakan sekolah lapang pertanian selaras alam (SLPSA), yaitu pola pertanian yang sering disebut pertanian organik. Sekolah lapang ini diadakan sejak awal Maret 2013 di dua desa, yaitu Desa Pulau Tagor dan Desa Celawan, keduanya berada di Kabupaten Serdang Bedagai. Harapannya, dengan mengikuti SLPSA ini, para petani harus bisa lebih mandiri dan berani melakukan pertanian organik secara berkelanjutan.  
Jumarni, staf community development Bitra Indonesia menjelaskan hal tersebut di hadapan 26 peserta SLPSA di Desa Pulau Tagor, Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Serdang Bedagai, beberapa waktu lalu. Hal senada juga disampaikannya pada para peserta SLPSA di Desa Celawan, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Pada intinya, kegiatan sekolah lapang ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat petani tentang pentingnya pertanian organik itu dilakukan. “Selain merawat keberlanjutan lahan pertanian, pertanian organik juga dapat mendukung pengurangan dampak perubahan iklim,” ujarnya.
Praktek pada sekolah lapang itu sendiri, tambahnya lagi, akan lebih memberikan pemahaman kepada masyarakat petani bagaimana melakukan pertanian organik secara benar dan baik, lalu membandingkannya dengan pertanian konvensional. “Dengan mengikuti sekolah lapang ini, para petani dari Desa Pulau Tagor dan Desa Celawan diharapkan mampu memberikan penjelasan kepada petani lainnya bagaimana bertani yang baik secara organik, dan apa saja keuntungannya. Karena mereka sudah mengalaminya sendiri, tentu penjelasan mereka akan lebih berkesan,” jelasnya.
Selain dilatih bagaimana melakukan pengamatan dan analisa agroekosistem, para peserta sekolah lapang juga dibekali dengan berbagai keterampilan bagaimana membuat pupuk organik, baik padat maupun cair. Beberapa pemateri atau fasilitator, seperti Pak Kamaruddin dan Pak Sarman dari Desa Lubuk Bayas juga sengaja diundang untuk diajak sharing, yaitu berbagi pengalaman dan cerita tentang seputar pertanian organik, dengan para peserta SLPSA tersebut. Pelatihan budidaya genjer juga sempat diajarkan oleh Pak Kliwon dari Langkat.
Selain itu, para peserta juga dilatih bagaimana melakukan komunikasi persuasif agar dapat mempresentasikan hasil pengamatannya dalam sekolah lapang dengan baik. Hal ini juga untuk memupuk keberanian petani dalam mengeluarkan pendapat dan menyuarakan hak-haknya serta membagi pengetahuannya. Termasuk juga diskusi mengenai pentingnya jaminan sosial kerja, dalam hal ini disosialisasikan oleh PT Jamsostek Cabang Tanjung Morawa. Pada pertengahan Juni lalu, para peserta SLPSA juga diajak berdiskusi mengenai ancaman kapitalisme global yang disampaikan oleh Iswan Kaputra, Manager ICT Bitra Indonesia. (jc)

 

Blogger news

Blogroll

About